MEMELIHARA JENGGOT


A. Hadits-Hadits Yang Berkenaan Dengan Jenggot

 

عن نافع عن ابن عمر رضي الله عنهم عن النبيّ صلّى الله عليه و سلّم :” خالفوا المشركين و وفّروا اللحي و أحفوا الشوارب “. رواه البخارى

 

Artinya:”Dari Nafi’ dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhum dari Nabi r : Selisihilah orang-orang Musyrik, biarkanlah jenggot dan potonglah kumis”. [1]

عن نافع عن ابن عمر رضي الله عنهم قال : قال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم :” أنهكوا الشوارب و أعفوا اللحي “. رواه البخارى

Artinya:”Dari Nafi’ dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhum mereka berkata:Rasulullah r telah bersabda: Potonglah kumis dan biarkanlah (panjangkan) jenggot”. [2]

 

 

B. Keterangan Hadits

Ibnu Hajar Rahimahullah dalam kitab “ Fathul Baary ” menyebutkan bahwa maksud dari “sesilihilah kaum Musyrikin” adalah bahwa mereka memotong jenggot-jenggotnya bahkan ada diantara mereka yang menggundulinya semua. وفّروا اللحي  yaitu bermakna biarkanlah dengan panjangkanlah. Kemudian Imam an-Nawawy Rahimahullah menambahkan bahwa makna dari keduanya adalah satu misal dan maksudnya. [3]

Perkataan Imam Bukhary إعفآء اللحي di dalam kitab Shahihnya menunjukkan bahwa makna hadits tersebut berasal dari Fi’il Rubaa’iy yang berarti biarkanlah. Sedangkan al-Khithaby di dalam kitab “ Tuhfatul Ahwaadzy ” mengatakan bahwa makna إعفآء adalah perbanyaklah. Hal itu sebagaimana firman Allah ‘Azza Wa Jalla dalam surat al-A’raaf ayat 95 pada kata حتّى عفوا  yang maknanya sehingga banyak. [4]

Dan Ibnu Daqiq al-‘Ied berkomentar: Penafsiran kata إعفآء dengan banyak adalah bentuk sebab dan akibat, karena hakikat kata إعفآء  itu sendiri adalah membiarkan (membiarkan jenggot sama artinya dengan memperbanyak atau memanjangkan). Namun Ibnu Sayyid berkata dengan pendapat yang asing: Sebagian orang mengartikan kata  أعفوا اللحيyaitu dengan mengambil (sesuatu yang rusak/jelek, baik itu panjang atau lebarnya bulu jenggot sebagai bentuk kerapian). Akan tetapi pendapat yang paling banyak di kalangan Ulama’ dan ini merupakan pendapat yang paling kuat bahwa hadits itu bermakna perbanyaklah.[5]

Imam Bukhary juga berkata: Bahwa Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu apabila melaksanakan haji atau umrah, beliau memegang jenggotnya, maka bulu jenggot yang lebih dari genggamannya ia potong. Hadits ini bersambung dengan hadits Nafi’, sedangkan Malik meriwayatkan di dalam kitab “Al-Muwatho’” dengan lafadz: “ Bahwasanya Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma apabila mencukur(rambut) kepalanya di waktu haji atau umrah maka ia memotong dari jenggot dan kumisnya”. Al-Karamany berkata: Mudah-mudahan yang dimaui oleh Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma adalah menjama’ antara mencukur dan memendekkan di dalam Nusuk (tata-cara haji), maka ia mencukur rambutnya semua dan memendekkan jenggotnya. Hal ini dilakukan agar masuk ke dalam keumuman firman Allah ‘Azza Wa Jalla:”… Dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya … ”. [6]

Yang kemudian ayat itu dikhususkan oleh hadits Nabi r: “ Dan biarkanlah jenggot”. Maka pemahaman itu dibawa pada suatu kondisi di luar kondisi Nusuk, akan tetapi ia membawa kepada (pemahaman) perintah membiarkan jenggot itu pada selain kondisi yang menggambarkan terlalu berlebih-lebihan di dalam membiarkan panjang dan melebarnya bulu jenggot (hendaknya jika terlalu panjang dan tidak teratur maka dipotong).[7]

Imam ath-Thabary Rahimahullah berkata: Sebagian kelompok berpegang dengan Dhahir hadits tersebut, maka mereka membenci untuk memotong sesuatupun dari apa-apa yang melebar atau memanjang dari bulu jenggot. Hal ini sebagaimana yang juga difatwakan oleh Dewan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia di dalam kitab “ al-Lajnah ad-Daaimahlil Buhuuts wal Iftaa’ “ yaitu: Membiarkan bulu jenggot adalah wajib secara syar’i dengan berdasarkan dalil-dalil yang memerintahkan hal itu. Sebagaimana sabda Nabi r

جزّوا الشوارب و اللحيّ

Artinya: “ Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot”. Sedangkan perintah menuntut atas wajibnya perkara itu sebagaimana juga menuntut untuk meinggalkan larangannya. Maka atas dasar ini bahwa mencukur jenggot merupakan suatu keharaman dan melanggar suatu larangan adalah suatu dosa, bahkan berhak mendapatkan Ta’dzir (hukuman jika ia adalah seorang ‘Alim (berilmu). [8]

Makna “Membiarkan jenggot” adalah meninggalkannya sehingga menjadi banyak dan tidak memotongnya. Ini merupakan petunjuk Nabi r  dalam perkataan, adapun petunjuk beliau dari perbuatan bahwa beliau tidak pernah memotong jenggotnya. Adapun hadits Nabi r  yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzy dari Amru Ibnu Syu’aib dari Bapaknya dari Kakeknya:”Bahwa Rasulullah r memotong dari panjang dan lebar bulu jenggotnya” adalah hadits yang Gharib (asing). Sampai di sini pernyataan at-Turmudzy.

Pada sanad hadits ini terdapat Umar Ibnu Harun, ia adalah orang yang Matrukul Hadit s(haditsnya ditinggalkan). Demikian juga yang dikatakan oleh Ibnu Hajar al-Asqalany Rahimahullah. Dengan demikian maka jelaslah bahwa hadits ini tidaik dapat dijadikan dalil untuk menentang hadits-hadits Shahih yang memerintahkan atas wajibnya membiarkan jenggot. Adapun apa-apa yang telah dilakukan sebagian dari memotong/mencukur jenggot adalah menyelisihi hadits dan sunnah Nabi r . [9]

 

 

C. Hukum Mewewarnai Jenggot Dengan Cat Semir (Pewarna) Hitam

Dalam kitab “ Fatawaa Lajnaah ad-Daaimah lil Buhuuts wal Iftaa’” disebutkan bahwa mewarnai jenggot dengan warna hitam tidaklah diperbolehkan. Hal ini disebabkan banyaknya hadits-hadits yang melarang akan hal ini, diantaranya adalah hadits jabir Ibnu Abdillah ia berkata: “ Pernah didatangkan kepada Rasulullah r Abu Qahafah ketika terjadi Fathul makkah sedang rambut dan jenggotnya berwarna putih, maka Rasulullah r bersabda: “ Ubahlah uban-uban ini (dengan pewarna) dan hindarilah warna hitam”. [10]

Akan tetapi masih diperbolehkan untuk mewarnai dengan warna selain warna hitam berdasarkan dalil hadits Nabi r  yang diriwayatkan oleh Jabir di atas. [11]

Imam an-Nawawy berkata: Madzhab kami menyukai laki-laki atau perempuan yang mewarnainya dengan warna kuning atau merah dan diharamkan dengan warna hitam. Dan hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa mewarnai itu tidak terbatas pada mewarnai jenggot saja (namun dapat juga pada yang lainnya). [12]

Diperbolehkan bagi seseorang untuk mewarnai jenggotnya dengan warna hitam jika memang hal itu dapat mendatangkan mashlahat (kebaikan) yang baik, seperti pada kondisi perang dan jenggot yang dimilikinya berwarna putih, hal ini agar ia tampak lebih muda dam menakutkan musuh-musuhnya. [13]

 

 

D. Kesimpulan

  • Bahwasnya memelihara jenggot dan memotong/mencukur kumis itu disyari’atkan oleh Allah ‘Azza Wa Jalla dan Rasulullah r.
  • Berdasarkan hadits-hadits Nabi r memotong/mencukur jenggot adalah haram.
  • Bagi orang-orang yang membolehkan untuk memotong jenggot maka mereka membatasinya dengan tidak kurang dari genggaman tangan (panjang jenggot).
  • Diperbolehkan mewarnai jenggot dengan selain warna hitam kecuali pada kondisi tertentu, seperti dalam kondisi perang.

E. Daftar Pustaka

  • Al-Qur’an
  • Fathul Baary
  • ‘Aunul Ma’buud
  • Tuhfatul Ahwaadzy
  • Fatawaa al-Lajnah ad-Daaimah lil Buhuuts al-‘Ilmiyah wal Iftaa’

 

 

 


[1] HR. Al-Bukhary no. 5892

[2] HR. Al-Bukhary no. 5893

[3] Fathul Baary 11/542.

[4] Tuhfatul Ahwaadzy 8/40.

[5] Fathul Baary 11/543.

[6] QS.Al-Fath:27

[7] Fathul Baary 11/543.

[8] Fatwa Lajnah ad-Daaimah lil Buhuits al-‘Ilmiyah wal Iftaa’ 5/135.

[9] Fatawaa Lajnah ad-Daaimah lil Buhuuts al-‘Ilmiyah wal Iftaa’ 5/137.

[10] . HR. Ahmad 3/338 dan 6/349, Muslim 6/115, Abu daud no. 4204

[11] . Fatawaa Lajnah ad-Daaimah lil Buhuuts al-‘Ilmiyah wal Iftaa’ 5/166.

[12] . ‘Aunul Ma’buud 11/258.

[13] . ‘Aunul Ma’buud 11/258.

Tinggalkan komentar