SHALAT TATHAWWU’


A. Pengertian shalat Tathawwu’

Tathawwu’ secara bahasa artinya adalah nafilah yakni segala kelebihan yang baik.[1] Allah Ta’ala  berfirman: “Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang terbaik baginya.” (Al Baqarah: 184)

Jadi Tathawwu’ adalah perbuatan yang dilakukan suka rela oleh seorang muslim atas kemauan sendiri, yang bukan merupakan kewajiban baginya.[2]

 

B. Keutamaan Tathawwu’

Shalat Tathawwu’ memiliki banyak keutamaan yang besar, diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. 1. Shalat Tathawwu’ dapat menyempurnakan shalat wajib dan menutupi kekurangannya, berdasarkan hadist Tamim Ad Daari t :

“Yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. bila shalatnya sempurna, maka akan dituliskan pahalanya dengan sempurna. bila tidak sempurna, dan Allah Ta’ala tidak menyempurnakan pahalanya, maka Allah Ta’ala berfirman: “Lihatlah apakah kalian mendapatkan hambaKu itu melakukan shalat Tathawwu’ untuk menyempurnakan shalat wajibnya, demikian juga dengan zakatnya?” Kemudian baru amal perbuatan lain dihisab sesuai dengan ukuran itu.” (HR. Abu Daud, no:864)

 

  1. 2. Shalat Tathawwu’ dapat mengangkat derajat seseorang dan menghapuskan kesalahannya, berdasarkan hadits Tsauban mantan budak Rasulullah, beliau bersabda:

“Hendaknya engkau banyak-banyak bersujud. sesungguhnya apabila engkau bersujud kepada Allah Ta’ala sekali saja, Allah Ta’ala akan mengangkatmu satu derajat dan Allah Ta’ala akan menghapuskan darimu satu kesalahan.” (HR. Muslim, no:488)

 

  1. 3. Memperbanyak shalat sunnah merupakan sebab terbesar masuknya seseorang ke dalam jannah, untuk menemani Rasulullah r .

Berdasarkan hadits Rabi’ah bin Ka’ab Al Aslami t, ia bercerita: “Aku pernah menginap di Rasulullah r. Aku membawakan air wudhu untuk beliau dan juga untuk buang air. beliau berkata: “Mintalah sesuatu.” Aku menjawab: “Aku ingin menjadi orang yang menemanimu di jannah.”, “Atau ada permintaan yang lain?”Tanya beliau.”Itu saja.” jawabku.” Beliau bersabda: “Bantulah saya atas dirimu dengan memperbanyak sujud” (HR. Muslim, no:489)

 

  1. Shalat Tathawwu’ dirumah dapat membuahkan keberkahan

berdasarkan hadits Jabir bin Abdillah t bahwa Rasulullah r bersabda: “Apabila salah seorang diantara kamu telah mengerjakan shalat (wajib) dimasjid, hendaknya ia menyisakan waktu untuk shalat di rumahnya. karena Allah Ta’ala menjadikan kebaikan pada shalatnya dirumah tersebut.” (HR. Muslim, no:778)

  1. 5. Shalat Tathawwu’ dapat menanamkan kecintaan terhadap Allah Ta’ala
  2. Kesempurnaan ibadah Tathawwu’ dapat menambah rasa syukur seorang hamba kepada Allah Ta’ala .

Berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Rasulullah r biasa melakukan shalat malam hingga telapak kakinya membengkak. Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bertanya: “Wahai Rasulullah, kenapa anda lakukan itu, padahal Allah Ta’ala telah mengampuni dosa-dosa anda yang terdahulu maupun yang akan datang?” Beliau menjawab: “Tidakkah aku pantas menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Buhkari dan Muslim)

 

C. Jenis-jenis Shalat Tathawwu’
Shalat Tathawwu’ ada bermacam-macam. diantaranya adalah shalat sunnah rawatib yang dilakukan secara kontinyu, shalat witir, shalat dhuha dan lain-lain. ada yang disunnahkan berjama’ah, ada juga yang merupakan shalat sunnah mutlak ada pula yang bersyarat, ada yang disyaratkan pada waktu tertentu, ada juga dari sesuatu yang lain. semuanya itu disebut shalat Tathawwu’

Macam-macam shalat Tathawwu’ adalah sebagai berikut:

  1. Shalat Sunnah Rawatib,

Secara rinci dibagi menjadi dua; Muakkad (ditekankan) dan Ghoiru Muakkad (tidak ditekankan)

  1. Shalat Sunnah Rawatib Muakkad

Jumlahnya dua belas raka’at, berdasarkan hadits Ummu Habibah, Ummul Mukminin Radhiyaallahu ‘Anha: Aku pernah mendengar Rasulullah r bersabda:  “Barangsiapa yang shalat dua belas raka’at sehari semalam, akan dibangunkan baginya rumah di Jannah.” (HR. Muslim)

Pengertiannya dijelaskan dalam sunan At tirmidzi dari hadits Ummu Habibah Radhiyaallahu ‘Anha bahwa ia menceritakan: “Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang shalat sehari semalam dua belas raka’at akan dibangunkan rumah di Jannah: Empat raka’at sebelum dzuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah maghrib, dua raka’at sesudah isya’ dan dua raka’at sebelum shalat subuh.” (HR.Tirmidzi)

  1. Shalat Sunnah Rawatib Ghairu Muakkad jumlahnya dua puluh dua raka’at, yakni sebagai berikut:

@     Empat raka’at sebelum Dzuhur dan empat raka’at sesudahnya.

@     Empat raka’at sebelum Ashar

@     Dua raka’at sebelum Maghrib dan dua raka’at sesudahnya

@     Dua raka’at sebelum Isya’ dan sesudahnya

@     Dua raka’at sebelum subuh

@     Shalat sunnah setelah Jum’at empat raka’at

 

  1. 2. Shalat Witir

Shalat Witir hukumnya adalah sunnah Muakkad (ditekankan). Rasulullah bersabda: “Witir adalah hak setiap muslim. barangsiapa yang suka melakukannya tiga raka’at, hendaklah ia melakukannya. dan barangsiapa yang suka melakukannya satu raka’at, hendaklah ia melakukannya.” (HR. Abu Daud)

Demikian juga dengan hadits Ali t ketika ia berkata: “Witir tidaklah wajib sebagaimana shalat fardhu. akan tetapi ia adalah sunnah yang ditetapkan (dianjurkan) oleh Rasulullah (HR. At Tirmidzi)

 

Keutamaan Witir, Rasulullah r bersabda:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menambahkan bagi kalian satu shalat, shalat tersebut lebih baik bagi dirimu dari pada unta yang merah, yakni shalat witir. waktumya mulai setelah isya’ sampai terbitnya fajar.” (HR. Abu Daud)

Diantara dalil yang menunjukkan keutamaan sekaligus disunnahkannya shalat witir adalah hadits Ali bin Abi Thalib t ia menceritakan bahwa: “Rasulullah  pernah berwitir, kemudian bersabda: “Wahai Ahli Qur’an, lakukanlah shalat witir, sesungguhnya Allah Ta’ala itu Witir (ganjil) dan menyukai sesuatu yang ganjil.”

(HR. An Nasa’i)

 

  1. 3. Shalat Dhuha

Shalat dhuha hukumnya sunnah muakkad (yang ditekankan) berdasarkan dari hadits Abu Hurairah t yang menceritakan: “Kekasihku Rasulullah  r  memberi wasiat kepadaku dengan tiga hal yang tidak pernah kutinggalkan hingga meninggal dunia: Puasa tiga hari dalam sebulan, dua rakaat shalat dhuha, dan hanya tidur setelah melakukan shalat witir.” (HR. Bukhari Muslim)

 

Keutamaan shalat dhuha

Rasulullah r  bersabda: “Pada setiap pagi, setiap sendi dari tubuh bani Adam harus bersedekah. Setiap tasbih bisa menjadi sedekah. Setiap tahmid bisa menjadi sedekah. Setiap takbir bisa menjadi sedekah. Setiap amar ma’ruf  bisa menjadi sedekah. Semua itu dapat digantikan dengan dua rakaat yang dilakukan pada waktu dhuha.” (HR.Muslim)

Hadits Buraidah t yang menyebutkan bahwa Rasulullah r bersabda: “Manusia memiliki tiga ratus enam puluh sendi dalam tubuhnya hendaknya ia bersedekah untuk semua sendi tersebut.”

Rasulullah r  bersabda: “Barangsiapa melakukan shalat subuh berjama’ah, kemudian duduk dan berdzikir kepada Allah Ta’ala hingga terbit matahari, kemudian ia shalat dua rakaat, ia akan memperoleh pahala ibadah haji dan umrah, sempurna, sempurna, dan sempurna.” (HR.At Tirmidzi)

 

  1. 4. Shalat Tarawih

Shalat tarawih hukumnya sunnah muakkad, Rasulullah r  bersabda:  “Barangsiapa melakukan shalat malam di bulan Ramadhan dengan dasar keimanan dan mengharapkan pahala, akan diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR.Bukhari Muslim)

Apabila seorang muslim telah menjalankan shalat malam di bulan Ramadhan dengan membenarkan bahwa itu adalah kebenaran yang berasal dari Allah Ta’ala dan membenarkan pula apa yang disabdakan oleh nabi dan yang berasal dari beliau dengan mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala dengan ikhlas dalam melakukan ibadah, mencari keridhaan Allah Ta’ala dan ampunanNya, pasti ia akan mendapatkan pahala yang dijanjikan tersebut.(lihat syarah Muslim Li imam an Nawawi VI:286)

 

  1. 5. Shalat Tathawwu’ Mutlak

Tathowwu’ Mutlak diisyaratkan pada waktu malam seluruhnya atau pada waktu siang, kecuali di waktu-waktu yang dilarang. Shalat ini ada dua macam:

A. Tahajjud di waktu malam

Pengertian Tahajjud bisa berarti shalat di waktu malam. Adapun orang yang bertahajjud artinya orang yang bangun malam untuk melakukan shalat malam.

Keutamaan Shalat Malam

  1. Perhatian Nabi terhadap shalat malam sampai telapak kaki beliau bengkak-bengkak.
  2. Shalat malam adalah penyebab terbesar masuk ke dalam jannah
  3. Shalat malam termasuk penyebab terangkatnya derajat di kamar-kamar jannah
  4. Orang-orang yang memelihara shalat malam adalah muhsinun (orang-orang yang baik) yang berhak mendapatkan rahmat Allah Ta’ala dan jannahNya
  5. Allah Ta’ala memuji orang-orang yang bangun malam termasuk hambaNya yang shalih dan hamba-hamba Ar Rahman.
  6. Allah Ta’ala berfirman memberi persaksian terhadap iman mereka yang sempurna
  7. Allah Ta’ala tidak menyamakan mereka dengan yang lain dari kalangan yangn tidak memiliki sifat seperti mereka
  8. Shalat malam dapat menghapus dosa-dosa, menghilangkan kesalahan
  9. Shalat malam adalah shalat yang paling utama setelah shalat wajib
  10. Kehormatan seorang mukmin terletak pada shalat malam
  11. Shalat malam menyebabkan pelakunya berhak mendapatkan iri dari orang lain
  12. Membaca Al Qur’an dalam shalat adalah harta yang tak ternilai

 

Jumlah Raka’at Shalat Malam

Shalat malam tidak dibatasi oleh jumlah raka’at. Dasarnya adalah sabda Nabi r : “Shalat malam itu dua-dua raka’at. Apabila salah seorang diantaramu khawatir akan kedapatan waktu subuh, hendaknya ia berwitir satu raka’at, sebagai penutup dari shalat yang dilakukan sebelumnya.” (HR. Bukhari Muslim)

Akan tetapi yang paling utama adalah dengan mencukupkan sebelas raka’at. Karena yang demikianlah yang dilakukan Nabi r , diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha: “Rasulullah biasa melakukan shalat antara usai shalat isya’ hingga fajar sebanyak sebelas raka’at. Beliau melakukan salam setiap selesai dua raka’at, dan witir satu raka’at” (HR.Muslim)

 

B. Shalat Mutlak Siang dan Malam hari

Seorang muslim boleh dengan sesuka hati shalat sunnah mutlak siang dan malam hari selain di waktu-waktu yang dilarang untuk shalat. Shalat sunnah itu dilaksanakan dengan dua-dua raka’at. Dasarnya adalah hadits Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma yang menceritakan bahwa Rasulullah bersabda: “Shalat malam dan siang hari adalah dua-dua raka’at.” (HR.An Nasa’i)

 

  1. 6. Shalat-shalat yang berkaitan dengan sebab-sebab tertentu

A. Shalat Tahiyatul Masjid

Hukumnya sunnah muakkad bagi orang yang masuk masjid kapanpun saja. Rasulullah bersabda: “Apabila salah seorang diantara kamu masuk masjid, hendaknya ia melakukan ruku’ (shalat) dua raka’at sebelum duduk.”(HR.Bukhari Muslim)

Sabda Nabi r : “Apabila salah seorang di antartamu datang di hari Jum’at sementara imam sedag berkhutbah, hendaknya ia shalat dua raka’at, dan hendaknya ia memperingkas kedua raka’at.” (HR Bukhari Muslim)

 

  1. B. Shalat datang dari bepergian (yang dilakukan) di Masjid

Seorang muslim ketika datang dari bepergian, hendaknya shalat dua raka’at di masjid sebelum ia pulang ke rumahnya. Dasarnya adalah hadits Jabir t yang menceritakan: “Rasulullah pernah membeli seekor unta dariku. Ketika beliau pulang dari bepergian kembali ke kota Madinah, beliau memerintahkan diriku untuk masuk masjid dan shalat dua raka’at (HR. Bukhari Muslim)

 

  1. C. Shalat sesudah wudhu

Hukumnya adalah sunnah muakkad, sunnah yang ditekankan untuk dilakukan di segala waktu, siang maupun malam. Dasarnya adalah hadits Abu Hurairah t bahwa Nabi r pernah berkata kepada Bilal pada waktu shalat subuh: “Wahai Bilal, ceritakan kepadaku sebuah amalan yang paling diharapkan pahalanya yang telah engkau kerjakan dalam Islam. Karena aku mendengar suara terompahmu di Jannah (dalam mimpiku tadi malam)?” Bilal berkata: “Aku tidak pernah mengamalkan amalan yang lebih memiliki harapan selain kebiasaanku bilasetiap kali wudhu di siang maupun malam hari, pasti aku shalat sebatas yang aku mampui

(HR. Bukhari Muslim)

Imam an-Nawawi t mengungkapkan: “Hadits ini mengandung pengertian tentang keutamaan shalat sesudah wudhu, dan itu boleh dilakukan pada waktu-waktu yang dilarang, seperti; ketika matahari terbit, di waktu istiwa’ , ketika matahari terbenam, karena ia termasuk shalat yang memiliki sebab tertentu..(Syarh Muslim Li Imam an-Nawawi XV:246)

Rasulullah bersabda:”Setiap muslim yang berwudhu dengan sebaik-baiknya, kemudian ia melakukan shalat dua raka’at dengan sepenuh hati dan jiwanya, pasti akan masuk Jannah.” (HR. Muslim)

 

  1. D. Shalat Istikharah

Dalilnya adalah hadits Jabir bin Abdillah t yang menceritakan: “Rasulullah  r dahulu mengajarkan kepada kami untuk beristikharah (meminta pilihan kepada Allah Ta’ala) dalam segala urusan, beliau bersabda: “Apabila salah seorang diantaramu berniat melakukan satu urusan, hendaknya ia shalat sunnah dua raka’at, kemudian berdoa:

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan dengan ilmuMu, meminta kekuasaan dengan kekuasaanMu serta memohon dari keutamaanMu yang agung. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, sementara kami tidak punya kuasa; sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui keghoiban. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (kemudian ia menyebutkan bentuk urusan tersebut) baik bagiku, agamaku, bagi kehidupanku dan akhir dari urusanku-urusan yan cepat atau lambat- takdirkanlah bagiku dan mudahkanlah bagiku, kemudian berikanlah keberkahan bagiku dalam urusan ini. Namun apabila urusan ini jelek bagiku, bagi agamaku, bagi kehidupanku dan bagi akhir dari urusanku –yang cepat maupun yang lambat- maka jauhkanlah dariku, dan jauhkanlah diriku darinya, kemudian takdirkanlah bagiku kebaikan di manapun berada, setelah itu berikanlah keridhaanMu kepadaku.” (HR. Bukhari)

 

  1. E. Shalat Taubat

Hukumnya adalah sunnah. Rasulullah bersabda: “Setiap hamba yang berbuat dosa, lalu berwudhu dengan baik kemudian berdiri melakukan dua raka’at, setelah itu ia memohon ampunan kepada Allah Y, pasti akan Allah ampuni dosa-dosanya.”

Kemudian beliau membaca ayat berikut:

“Dan orang-orang yang apabila berbuat keji atau mendzalimi diri mereka sendiri, mereka mengingat Allah Y lalu memohon ampunan atas dosa mereka; siapakah yang dapat mengampuni dosa melainkan Allah Y, lalu mereka tidak melanjutkan apa yang mereka perbuat padahal mereka mengetahui.” (Ali Imran:135) (Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar XI:183. HR. Abu Daud)

 

Maraji’: Disarikan dari kitab “Shalatut Tathawwu’ Mafhum Wa Fadha’il Wa Aqsam Wa Anwa’ Wa Adab Fi Dhau’il Kitab was sunnah, Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani

 

 


[1] Kamus Al Muhith, Fairuz Abadi, hal. 962

[2] Lisanul Arab, Ibnu Munzhir, VIII:243

Tinggalkan komentar